Monday 24 September 2012

Jejak Cheng Ho di Melaka

BEBERAPA tahun lalu mendengar berita tentang dirilisnya film drama kolosal yang dibintangi oleh dua orang mantan menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB), yakni Yusril Ihza Mahendra (berperan sebagai Laksamana Cheng Ho) dan Saifullah Yusuf (sebagai Raja Majapahit) dalam film Laksamana Cheng Ho, mengingatkan saya pada museum Cheng Ho di Semarang yang pernah saya kunjungi sewaktu saya masih mahasiswa, dan kabarnya sekarang museum Cheng Ho yang di Semarang ini lebih luas, lebih lengkap dan lebih indah.

Di Malaka, terdapat Museum Cheng Ho yang sangat luas dan lengkap walau dari depan nampak seperti kecil saja dan lokasinya dekat dengan Jonker Walk, lokasi wisata di Malaysia yang pada hujung minggu di malam hari ada semacam pasar malam yang banyak dikunjungi oleh turis.


Museum Cheng Ho yang diyakini dulunya merupakan tempat laksamana yang beragama Islam ini menyimpan barang atau menjadikan gudang saat kapalnya melewati dan berlabuh di Kota Melaka.Hal ini diyakini dengan ditemukannya reruntuhan arsitektur dan barang barang peninggalan sejarah dari Dinasti Ming yang ada di dalam gedung yang sekarang dipamerkan kepada khalayak umum.Di antaranya bermacam-macam bentuk guci dari Dinasti Ming, gong dengan hiasan ular naga di tengahnya, khas kebudayaan China, yang konon digunakan sebagai salah satu alat komunikasi selain bendera, lentera, dan burung merpati.


Selain itu, benda-benda yang dipamerkan seperti patung Laksamana Cheng Ho saat kanak-kanak bersama teman dan kakeknya serta replika kapal layar lengkap dengan formasi kapalnya yang sangat banyak dan ada pula barang barang yang dihadiahkan oleh keturunan Cheng Ho di Yunan.


Museum Cheng Ho dibangun sebagai penghargaan kepada Laksamana Cheng Ho yang lahir pada tahun 1371 dengan nama Ma Ho (Ma singkatan dari Muhamad) di Provinsi Yunan dan ayahnya adalah seorang haji.Ketika berumur 10 tahun, dia ditangkap oleh tentara China yang menyerbu Yunan. Pada saat Ma Ho berusia 13 tahun, dia pernah dijadikan kasim (eunuch) dan pembantu rumah tangga anak keempat Kaisar Cina, Pangeran Zhu Di.


Setelah dewasa, Ma Ho menjadi orang yang terampil dalam ilmu perang dan diplomasi dan menjadi orang kepercayaan Pangeran Zhu Di. Pangeran Cina ini kemudian mengganti nama Ma Ho menjadi Cheng Ho, yang kemudian lebih melegenda hingga kini.Cheng Ho, yang mempunyai perawakan tinggi besar, memberikan kekuatan yang besar ketika Pangeran Zhu Di menjadi kaisar pada tahun 1402. 


Setahun kemudian Cheng Ho diangkat menjadi Laksamana.Selanjutnya Laksamana Cheng Ho mengadakan tujuh kali perjalanan dan meninggalkan jejak sejarah hingga di Timur Tengah, Afrika, dan Asia Tenggara (1405-1433). Lima kali dalam perjalanannya itu beliau bersama rombongannya singgah di Malaka. Inilah yang membuat barang-barang peninggalan Laksamana Cheng Ho banyak terdapat di kota ini.


Pada Abad Pertengahan, beliau dipercaya membawa seorang anak Kaisar China, Putri Hang Li Po, untuk menikah dengan Sultan Melaka. Rombongan Putri Kaisar China ini terdiri dari seratusan anak menteri serta para pembantunya. Kelompok ini kemudian menikah dengan penduduk lokal di Melaka, yang kemudian menciptakan kebudayaan Baba Nyonya yang dikenal luas sekarang ini.


Benda-benda kebudayaan Baba Nyonya ini dipamerkan pula di Museum Cheng Ho yang lengkap ini.






tulisan ini pernah dimuat di tabloid parle (terbit di Jakarta) dan diedit kembali dan dimuat di Kompas.com

1 comment:

  1. Saya suka cerita history.
    terima kasih infonya

    ReplyDelete