Monday 28 October 2013

Mengikuti Kongres Puisi Dunia di Ipoh Malaysia







My Day adalah puisi pertama saya  dalam bahasa Inggris dan dimuat pada buku  Anthology of the 33 World Congress of Poets,  yang Co-Editor nya Malin Ghozali PK dari Malaysia dan Georges Chapouthier dari Perancis  memuat puisi para penyair seluruh dunia lebih dari 30 negara diantaranya dari : Indonesia, Singapore, Malaysia, Brunei, China, Taiwan, Colombia, French, Germany, Japan, Marroko, Mexico, Korea, USA, Dermark, Argentina, Czech Republic, Slovak Republic, United Kingdom. Hal yang  membuat saya tersanjung  puisi saya juga di “quote/di petik” dan muncul disampul buku depan bersama dengan puisi-puisi kawan2 yang lain.

Saya juga diberi kesempatan  membacakan puisi ini Pada hari Senin 21 October 2013 pada saat kami para participant Kongres Puisi Dunia (33rd World Congress of Poets yang diadakan di Ipoh 20-26 October 2013)   Mengunjungi PORT (People of Remarkable Talents) dan membaca puisi di panggung yang sudah disediakan dan pada tanggal 24 oct 2013 sekali lagi saya membaca kan Puisi di Kampung Jahang sebelum kami, para peserta,  tour ke Gua Tempurung.  

Selesai membaca puisi di PORT, seorang wartawan dari surat kabar arus perdana, Utusan Malaysia mewawancarai saya. Yang wawancaranya keesokannya langsung dimuat di Surat Kabar Utusan Malaysia lengkap dengan foto saya dan foto peserta  dari Jepang Toshie Tai, President  32 nd The World Congress of Poets WAAC-Calligraphy Institute in Japan yang pada saat ini  membuka booth  Kaligraphi dari Jepang  di acara Kongress  yang pertama kali diadakan di Pilipina 44tahun yang lalu ini.  Foto peserta lain nya di surat kabar arus perdana ini adalah Marie Robert, dari Perancis seorang artist, choreographer, writer yang pada saat acara sering menampilkan tarian klasik yang cukup memukau.


Setelah saya beritahu dan memperlihatkan artikel dan foto2 mereka yang dimuat di surat kabar  melalui ipad,  mereka sangat antusias ingin melihat dan memiliki versi cetaknya sayang sekali saya juga baru tahu malam hari sehingga tidak bisa mendapatkan Utusan versi cetaknya. Saya menjajikan kepada Toshie Tai dan Marie Robert akan mengirimkan link surat kabar Utusan yang memuat photo2 mereka dan saya akan menterjemahkan artikel nya dalam bahasa Inggris untuk mereka dan nanti akan saya kirim melalui email. 

Thursday 30 May 2013

Puisi "Minangkabau Malaysia" Dibacakan Dalam Hari Puisi Nasional

Wednesday 20 February 2013

Minangkabau di Malaysia

Tulisan ini dimuat di majalah "Titian" edisi 155 Desember 2012- Januari 2013 terbit di Jakarta. 






Minangkabau di Negeri Sembilan Malaysia
Oleh:*Dra. Lily Siti Multatuliana, M.A.

     Wilayah Minangkabau, awalnya secara geografis meliputi: provinsi Sumatra Barat sekarang, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, bagian selatan Sumatera Utara, barat daya Aceh, dan Negeri Sembilan, Malaysia. Minangkabau bukan merupakan suatu kerajaan. Tetapi, lebih mengandung pengertian kebudayaan, di samping makna geografis dan etnis. Ia merupakan suku bangsa yang unik di Indonesia, di mana masyarakatnya menganut system kekerabatan matrilineal. (dipetik dari buku: MINANGKABAU karya Amir Sjarifoedin Tj.A, penerbit PT Gria Media Prima Jakarta 2011)

Jadi Minangkabau adalah etnis di Nusantara (yang disebut Nusantara adalah Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand Selatan, Brunei Darussalam dan Pilipina Selatan) yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah yang mengamalkan budaya Minangkabau meliputi Sumatra Barat, sebagian Riau, utara Bengkulu, bagian barat Jambi dan pantai barat Aceh dan Negeri Sembilan Malaysia. 

Beberapa waktu lalu saya mengadakan perjalanan ke Kuala Kelawang yang berlokasi di daerah Jelebu, salah satu daerah di Negeri Sembilan. Lokasinya sekitar 100km dari Melaka, dimana saya menetap. Perjalanan lewat tol selama satu jam hanya sampai Seremban, ibu kota Negeri Sembilan. Kota yang  beberapa bangunan kantor pemerintahannya berbentuk bagonjong (bangunan khas Minangkabau yang berbentuk tanduk kerbau) ini  memiliki   museum yang bangunan dengan atap bagonjong pula.  

Selanjutnya dari Seremban menuju  Jelebu melewati  jalan biasa. Pada mulanya  jalan yang dilalui  agak lebar (4jalur), belakangan hanya dua jalur dan berkelok-kelok, mendaki dan menurun tetapi tetap nyaman dan tak melelahkan karena infrastruktur jalan menuju Kuala Klawang, lokasi Musium Adat berada   sangat  memadai dan sempurna.  Sebelah kiri dan  kanan jalan nampak perbukitan yang ditumbuhi ponon2 besar yang menghijau yang nampak seperti hutan. Dengan jalan yang berkelok2 ini mengingatkan saya  jalan di Puncak Jawa Barat Indonesia yaitu daerah pegunungan yang jalan nya berkelok-kelok serta di kiri kanan jalan pohon teh yang menghijau, walau infrastrukturnya berbeda.

Sampai di Kuala Klawang salah satu bandar/kota besar di Jelebu kita makan siang di restoran yang sederhana dan menyediakan masakan padang secara buffee n self service. Masakan yang tersaji nampak masakan yang kental dengan santan seperti “Rendang” , “Gulei Ayam”, “Gulei Kambing”, “Gulei Ikan ” serta  ”Gulei Pucuk Paranciah” (daun singkong) dll. Dengan perasaan was was takut cholesterol naik lagi terpaksa makan juga  disini karena tak terlihat  restauran lain disekitarnya. Hampir semua makanan saya cicipi dengan porsi yang sedikit. Yang sangat berkesan  adalah  ”Gulei Masin  Ikan Tenggiri” yang berwarna kuning merona. Padahal gulei ikan  yang rasanya mirip sekali dengan yang sering  dibuat oleh almarhum mertua saya ini sudah hampir habis hanya tinggal sisa2 potongan ikan kecil saja, tidak utuh lagi. Tetapi saya keukeuh mengambilnya dan Alhamdulillah ada seporsi piring kecil. Rasanya amboi…terasa masakan dari air tangan orang minang yang tak terpengaruh selera melayu.lapeh salero rasanya
.
Selesai makan terdengar bunyi azan memanggil. Kita sholat Zuhur di masjid yang lokasinya diatas bukit yang bisa dilalui mobil. Setelah sholat melihat pemandangan ke bawah amboi… indahnya, dan nampak menyembul bangunan Rumah Bagonjong diantara kehijauan alam,  wow serasa sudah berada di kampuang den nan jauh dimato deh

Selanjutnya kita ke Musium Adat yang bangunan nya merupakan gedung tiga lantai dan dilengkapi dengan peralatan audio visual yang canggih. Di halaman gedung  ada panggung yang beratapkan khas minangkabau, atap Bagonjong.  

Di lantai dasar, dipamerkan benda-benda yang menarik yang menampilkan pengenalan dan kosep adat di Malaysia. Meliputi sejarah awal tercetusnya adat terbesar di Alam Melayu iaitu Adat Perpatih dan Adat Temenggung. Dipamerkan juga replica Batu Batikam dan Batu Baling yang menurut kisahnya Batu Batikam berada di Dusun Tua Luak Nagari Lima Kaum dan Batu Baling kewujudan nya berada di Sungai Tarap Tanah Minangkabau, Sumatra Barat. Menurut kisah yang diceritakan secara turun temurun. Datuk Ketemanggungan telah menyentakkan kerisnya ke sebuah batu dan Datuk Perpatih nan Sabatang menikamkan kerisnya kepada sebuah batu sehingga tembus. Hal ini menandakan perdamaian dan pemufakatan muktamad antara kedua dua pihak bagi menghormati prinsip-prinsip kemasyarakatan.

Di lantai satu dan dua  dipamerkan adat-adat yang berkaitan dengan kitaran hidup manusia dari mulai saat kelahiran, perkawinan, kematian dan kegiatan ekonomi serta amalan ritual yang ada di Malaysia serta memaparkan tentang kegiatan intelektual dari perspektif istana dan rakyat biasa di Malaysia.

Di lantai tiga  dipamerkan segmen khusus tentang adat perpatih secara historikal yang bermula dari Sumatara (alam Minangkabau) sehingga bertapak di Negeri Sembilan. Kedatangan para perantau minang dari Sumatra Barat, sudah sejak abad dua belas kemudian berlakulah pernikahan antara perantau dari minang dengan penduduk setempat dan keturunannya disebut suku Biduanda.  

Yang  kemudian  pada tahun 1773 anak raja Minangkabau dari Pagaruyung, Raja Melawar datang dan dinobatkan sebagai raja Negeri Sembilan yang disebut  Yamtuan Besar dan ibukota diraja di Seri Menanti yang lokasinya di Kuala Pilah.

Tahun lalu saya pernah pula mengunjungi  Bandar  Seri Menanti yang  gerbang memasuki kota  berbentuk Bagonjong. Di Bandar yang disini disebut Bandar Diraja berdiri Istana Raja yang disebut Istana Seri Menanti. Istana  yang bangunan nya pernah dirusak oleh Inggris dan dibangun kembali pada awal tahun 1900an yang menjadi kediaman resmi Yang di-Pertuan Besar Negeri Sembilan. Kini bangunan yang terbuat dari kayu dan tidak menggunakan paku itu di jadikan museum yang memaparkan keberadaan Raja Melawar dan koleksi-koleksi keluarga Diraja tampa mengubah bentuk asal istana dan diterangkan fungsi ruang-ruang tersebut.  

Raja Negeri Sembilan  hingga kini masih bertahta adalah keturunan Raja Melawar. Di Malaysia disebut :  Yang di-Pertuan Besar Negeri Sembilan yang ke-11 beliau adalah Tuanku Muhriz ibni Almarhum Tuanku Munawir.

*) Lily Siti Multatuliana, berasal dari kabupaten Padang Pariaman, Sumatera  Barat. Mengajar di sejumlah perguruan tinggi  swasta di Jakarta dan di  Melaka sedang mengadakan kajian Budaya Nusantara. Menetap di Jakarta dan Melaka