Monday 24 September 2012

Jejak Cheng Ho di Melaka

BEBERAPA tahun lalu mendengar berita tentang dirilisnya film drama kolosal yang dibintangi oleh dua orang mantan menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB), yakni Yusril Ihza Mahendra (berperan sebagai Laksamana Cheng Ho) dan Saifullah Yusuf (sebagai Raja Majapahit) dalam film Laksamana Cheng Ho, mengingatkan saya pada museum Cheng Ho di Semarang yang pernah saya kunjungi sewaktu saya masih mahasiswa, dan kabarnya sekarang museum Cheng Ho yang di Semarang ini lebih luas, lebih lengkap dan lebih indah.

Di Malaka, terdapat Museum Cheng Ho yang sangat luas dan lengkap walau dari depan nampak seperti kecil saja dan lokasinya dekat dengan Jonker Walk, lokasi wisata di Malaysia yang pada hujung minggu di malam hari ada semacam pasar malam yang banyak dikunjungi oleh turis.


Museum Cheng Ho yang diyakini dulunya merupakan tempat laksamana yang beragama Islam ini menyimpan barang atau menjadikan gudang saat kapalnya melewati dan berlabuh di Kota Melaka.Hal ini diyakini dengan ditemukannya reruntuhan arsitektur dan barang barang peninggalan sejarah dari Dinasti Ming yang ada di dalam gedung yang sekarang dipamerkan kepada khalayak umum.Di antaranya bermacam-macam bentuk guci dari Dinasti Ming, gong dengan hiasan ular naga di tengahnya, khas kebudayaan China, yang konon digunakan sebagai salah satu alat komunikasi selain bendera, lentera, dan burung merpati.


Selain itu, benda-benda yang dipamerkan seperti patung Laksamana Cheng Ho saat kanak-kanak bersama teman dan kakeknya serta replika kapal layar lengkap dengan formasi kapalnya yang sangat banyak dan ada pula barang barang yang dihadiahkan oleh keturunan Cheng Ho di Yunan.


Museum Cheng Ho dibangun sebagai penghargaan kepada Laksamana Cheng Ho yang lahir pada tahun 1371 dengan nama Ma Ho (Ma singkatan dari Muhamad) di Provinsi Yunan dan ayahnya adalah seorang haji.Ketika berumur 10 tahun, dia ditangkap oleh tentara China yang menyerbu Yunan. Pada saat Ma Ho berusia 13 tahun, dia pernah dijadikan kasim (eunuch) dan pembantu rumah tangga anak keempat Kaisar Cina, Pangeran Zhu Di.


Setelah dewasa, Ma Ho menjadi orang yang terampil dalam ilmu perang dan diplomasi dan menjadi orang kepercayaan Pangeran Zhu Di. Pangeran Cina ini kemudian mengganti nama Ma Ho menjadi Cheng Ho, yang kemudian lebih melegenda hingga kini.Cheng Ho, yang mempunyai perawakan tinggi besar, memberikan kekuatan yang besar ketika Pangeran Zhu Di menjadi kaisar pada tahun 1402. 


Setahun kemudian Cheng Ho diangkat menjadi Laksamana.Selanjutnya Laksamana Cheng Ho mengadakan tujuh kali perjalanan dan meninggalkan jejak sejarah hingga di Timur Tengah, Afrika, dan Asia Tenggara (1405-1433). Lima kali dalam perjalanannya itu beliau bersama rombongannya singgah di Malaka. Inilah yang membuat barang-barang peninggalan Laksamana Cheng Ho banyak terdapat di kota ini.


Pada Abad Pertengahan, beliau dipercaya membawa seorang anak Kaisar China, Putri Hang Li Po, untuk menikah dengan Sultan Melaka. Rombongan Putri Kaisar China ini terdiri dari seratusan anak menteri serta para pembantunya. Kelompok ini kemudian menikah dengan penduduk lokal di Melaka, yang kemudian menciptakan kebudayaan Baba Nyonya yang dikenal luas sekarang ini.


Benda-benda kebudayaan Baba Nyonya ini dipamerkan pula di Museum Cheng Ho yang lengkap ini.






tulisan ini pernah dimuat di tabloid parle (terbit di Jakarta) dan diedit kembali dan dimuat di Kompas.com

Tuesday 18 September 2012

Minangkabau Malaysia






Jalanan kutempuh
berkelok
mendaki dan
menurun

Bukit sekeliling
menghijau dengan
pepohonan besar
tebing di beton agar
tidak longsor

Abad dua belas
te tuo ku kemari
dari Sumatra
dengan Perahu Jalur sederhana
berapa lama??

Tahun dua belas
ba duo ku kemari
dari Melaka
dengan auto  sederhana
dua jam saja

Dato Moyang Salleh
menyambut
di Kuala Klawang

dijamu
dengan Pucuk Paranciah,
Randang, Gulei Masin Tenggiri
lapeh salero 

Dari atas bukit
terdengar suara
surau  berkubah
memanggil
Tunaikan wajibku padaMU

Dari atas bukit
alam terbentang
kehijuaan berhamparan
Atap Teratak  Bagonjong menyembul
dimana kah aku berada??
di kampuang den nan jauh dimato ??

Ku hampiri jejak  moyangku
yang telah datang dengan Perahu Jalur dan
Lancang Kuning

Tepak Sirih, Batu Batikam
Cerano, Dulang, Banta Gadang
Adat Batandang

itu miliku!!... katamu
oh yaaa??....
Jangan lupa kawan

Minangkabau ada di Negeri Sembilan Malaysia
Keturunan Raja Melawar  masih Bertahta
di Singgasana

Tentu itu milik Minangkabau
Milik kita bersama
Nusantara Melayu Raya

Jelebu, Negeri Sembilan Malaysia
17 September 2012


Puisi ini dimuat di antologi Cinta Gugat







Saturday 15 September 2012

Restoran Indonesia di KL : Bumbu Desa




Di Melaka ada beberapa restoran Indonesia dan tidak sebanyak di Kuala Lumpur, kadang-kadang rasa masakannya sudah dipengaruhi dengan rasa masakan Melayu.  Tak seperti di Kuala Lumpur, nampaknya hal ini disebabkan karena selain Kuala Lumpur adalah kota besar dan  banyak warga  Indonesia ketimbang di Melaka.

Restoran masakan Indonesia,  Bumbu Desa yang bertaraf premium ini mempunyai lima outlet di Kuala Lumpur dan sekitarnya yaitu di KLCC, Mid Valley, The Curve, Festival City di Setapak dan di Alamanda Putra Jaya. 

Beberapa waktu yang lalu  Ketika memasuki  ruangan resto yang berada di the Curve, Mall di KL,   kita disambut oleh waiter yang mengucapkan “wilujeng sumping” (selamat datang). wah terasa sekali aura sunda nya, kala itu waiternya pun banyak yang mengenakan busana Sunda, walaupun begitu saya jumpa masakan minang, masakan padang dari Sumatra Barat.

Lokasi resto ini berada sejajar dengan restaurant premium bertaraf International. Tentu harga di restaurant ini jauh lebih mahal ketimbang makanan di food court yang disini disebut Medan Selera. (makanan di food court di Malaysia relative tidak terlalu mahal)

Masakan disajikan ala buffee dan setengah matang jadi setelah kita memilih makanan yang kita sukai  akan dimasak/digoreng atau dihangatkan terdahulu jadi makanan yang tersaji masih panas.

Pilihan saya waktu itu adalah ikan Nila yang disajikan ala ikan terbang yang biasanya kalau  di Jakarta ikan gurame yang dimasak seperti itu. Tetapi  jenis ikan air tawar yang rasanya gurih ini jarang ditemukan di pasaran di Kuala Lumpur. Masakan pilihan lain nya pepes ayam, tahu bacem, perkedel jagung dan perkedel kentang serta sayur bok coy dan tentunya lalaban (di Malay disebut ulam) tersedia dengan beberapa macam jenis sambal. Kemudian    pilihan makanan kita di masak  atau dipanaskan lagi. Dan kami menanti hidangan sambil apalagi kalau bukan foto2…

Tak lama kemudian  ada pelanggan yang sedang berulang tahun, pihak resto menyediakan kue lengkap dg lilin dan memberikan atraksi gratis permainan angklung, gendang mengiringi  lagu2 sunda yang dinyanyikan oleh waiter. Mereka semua mengenakan  pakaian lengkap ala urang sunda….halah saya sangka saya sudah berada di resto sunda  di Jakarta nih.

Sunday 26 August 2012

Harry Potter The Exhibition di Marina Bay Sands Singapore


Anak saya begitu antusias untuk melihat   Harry Potter the Exhibition di Singapore. Dari Melaka kami sekeluarga menggunakan mobil dan parkir di Larkin  Johor Baru . Kemudian melanjutkan perjalanan ke Singapur dengan  bis yang berhenti di Queen Street.

Untuk menunaikan  sholat Zuhur dan Ashar (Jama Qasar),  dari Queen Street  kami berjalan sekitar 5-10 menit ke Masjid Sultan, salah satu dari 7 Masjid  berkubah Emas di dunia (salah satunya juga Masjid Dian Al Mahri di Depok  yang berlokasi sekitar Arab Street di Singapore.

Mencari makanan halal di S’pore bukanlah perkara mudah, jadi sebelum menjelajahi Singapore kami  makan siang di  restoran India Halal di sekitar Masjid. Menu yang popular adalah  Nasi Briyani dengan Ayam atau Kambing.  Makanan ini tersaji dengan porsi yang sangat banyak.  Tapi karena perjalanan jauh   dan rasanya memang cocok dan sesuai dengan selera, habis ajah tuh  makanan yang nampak disajikan segunung itu.

Kawasan disini walau cukup bersih dan teratur tetapi tidak mencerminkan S’pore yang sibuk  dan modern. Toko2 nya masih nampak sederhana dan sepi,  tidak seperti kawasan lain seperti Orchard Road, Bugis Junction, Marina Bay dll …

Anak saya yang penggemar berat Harry Potter, membaca buku nya dari yang pertama hingga terakhir. Saking suka sekali  dan ingin membaca dengan segera dan tak sabar  menunggu terjemahan nya,  sehingga walau masih SMP pernah  membeli/ membaca novel  Harry Potter yang ditulis dalam Bahasa Inggris (waktu itu masih sekolah di SMP di Jakarta)

Begitu juga film-film Harry Potter  tak pernah dilewatkan nya.  Saat  anak saya masih usia sekolah dasar,  saya menemaninya untuk menonton  film Pertama Harry Potter, tetapi karena saya tak membaca buku nya hingga saya banyak bertanya jalan ceritanya, dia merasa terganggu hehe. Belakangan untuk   film-film Harry Potter  selanjutnya (dan memang dia sudah mulai tumbuh dewasa) menonton bersama kawan nya.

Sejak 2Juni hingga 30 Sept 2012  di Singapore diadakan pameran Dunia Magic Harry Potter. Pameran yang baru pertama kali di pertunjukan di Asia yang  di gelar  di Art Science Museum di Marina Bay Sands, salah satu museum yang terkemuka di dunia dan gedung nya berbentuk bunga di foreground.  Sebelumnya pameran ini pernah dipertunjukan di Chicago, boston, Toronto, Seattle, New York City, dan Sydney.

Anak saya begitu antusias merasakan pengalaman melihat dengan bentuk nyata keajaiban Hogwarts dengan melihat ratusan koleksi alat peraga Kostum Harry Potter di setiap seri filmnya.

Baru saja dia masuk ke musium dimana pameran diadakan (saya tidak masuk karena karcis untuk masuk melihat pameran ini agak  mahal, hampir sekitar 200ribu rupiah per orang) dia sudah sms, minta uang untuk membeli pernak pernik Harry Potter yang boleh dibeli (seperti shal, buku dan mengabadikan foto studio  dengan Hogwarts Express,  kereta api dalam dunia Magic tsb) walaupun harga nya lumayan  mahal tapi dia begitu antusias dan mengatakan akan mengganti uang yang dia minta dengan pocket moneynya.

Saat anak saya keluar dari Museum saya pun sudah kembali dari mengitari shopping mall di  Marina Bay Sands yang asitekturnya sangat menarik yaitu dengan tiga tower yang diatasnya ada bangunan  seperti kapal.  Kemudian dengan antusias nya anak saya menceritakan barang-barang yang dipamerkan yaitu Thatrical property yang sering disebutProps yakni  objek benda yang digunakan pada film, tentu saja termasuk  costume, dan artefacts hasil karya artistik yang muncul pada film-film Harry Potter.








Sunday 5 August 2012

Hang Tuah di Kesultanan Melaka


Di Indonesia nama Hang Tuah dikenal sebagai nama salah satu jalan di daerah kebayoran Baru Jakarta Selatan. Nama Hang Tuah pun pernah diabadikan untuk salah satu nama kapal perang Indonesia (KRI) selain itu  di Surabaya ada Universitas Hang Tuah. 

Hikayat Hang Tuah, Cerita kepahlawanan Hang Tuah pada masa kesultanan Malaka pada abad 14 adalah  karya sastra klasik yang diterbitkan pada th 1956 oleh Penerbit Balai Pustaka di Jakarta dan pengarang nya tidak dikenal/anonimous. Karya sastra klasik ini termasuk novel yang dipelajari di sekolah-sekolah Indonesia pada zaman dahulu. Cerita Hang Tuah ada berbagai versi,  banyak yang meyakini Hang Tuah berasal dari Sumatra dan ada pula yang berpendapat Hang Tuah hanya sebuah legenda atau mitos belaka.

Di Malaysia baru baru ini terdengar kontrovesi yang menyatakan bahwa Hang Tuah hanyalah mitos belaka. Sehingga pernah diadakan seminar tentang masalah ini dan kesimpulan nya Hang Tuah yang tertera dalam Sejarah Melayu di Malaysia (Malay Annals)  memang betul-betul exist pada zamannya 

Di Kampung Duyong  diyakini sebagai kampung halaman Hang Tuah yang kabarnya pernah belajar dengan Sang Persata Nala yang bertapa di Gunung Wirana, Majaphit di Pulau Jawa. Di kampung yang lokasinya di Melaka Tengah  terdapat Perigi (sumur) Hang Tuah. Sumur yang menurut sejarahnya digali Hang Tuah bersama sama teman2nya Hang Jebat, Hang Lekir, Hang Kesturi dimasa lalu. Kini Sumur yang tak pernah kering ini  menjadi wisata sejarah yang di kemas secara  apik sehingga banyak wisatawan  datang kesumur yang dianggap oleh banyak orang airnya bisa untuk obat. wowlohualam….

Konon kabarnya di Sumatra Timur ada sumur Hang Tuah yang mirip dengan sumur di Melaka ini, sehingga banyak juga yang menyatakan Hang Tuah berasal dari Sumatra dan berpindah ke Kampung Duyong saat dia masih kanak2. 

Kuburan Hang Tuah terletak di Kampung Tanjung Kling Melaka. Disini lokasi nya ditata pula secara apik dan  di pamerkan pula kisah kepahlawanan Hang Tuah yang memiliki keris yang terkenal bernama Taming Sari. Sehingga  selain berziarah ke makam para turis banyak yang mengabadikan foto2 sekitar Makam. 

Keris Taming Sari sebenarnya adalah milik pendekar dari Majapahit yang dikalahkan oleh Hang Tuah saat bertempur. Pertempuran itu dimenangkan oleh Hang Tuah  karena pernah diberi tahu oleh guru nya, Sang persata Nala, bahwa pendekar dari majapahit itu hanya bisa dibunuh dengan keris nya sendiri, Keris Taming Sari. 

Karena kemenangan nya itu Betara Majapahit menghadiahkan Keris yang namanya diabadikan menjadi menara yang tingginya 110 meter dan dapat berputar 360 derajat untuk melihat view Bandar Melaka secara keseluruhan yang tertata dengan apik. 







ket foto (koleksi pribadi): di Makam Hang Tuah, menara Taming Sari dan Sumur Hang Tuah 


Lily Siti Multatuliana
Pernah dimuat di Tabloid Parle  no 15 Th IV/18 - 25 Agustus 2008 (Tabloid Parle terbit di Jakarta)
diedit kembali pada tgl 5 Agustus 2012






Sunday 22 April 2012

Budaya Indonesia Dihargai di Malaysia

 Dimuat di koran Haluan tgl 17 Maret 2012 yang terbit di Padang Sumatra Barat...
 
Pengertian konsep Nusantara bagi kebanyakan orang Indo­nesia mempunyai arti negara Indonesia, akan tetapi bagi masyarakat  international yang disebut Nusantara adalah mencakup Indonesia, Singapura, Malay­sia, Brunei Darussalam serta Pilipina Selatan dan Thailand Selatan dimana bangsa Me­layu menetap seperti yang ditulis  pada Ensiklopedia Sejarah dan Kebudayaan Melayu yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Ma­laysia Kuala Lumpur 1998.

Penyumbang tulisan untuk ensiklopedia ini selain para cendekia, profesor dan bu­dayawan dari Malaysia juga dari Singapore dan Indonesia di antaranya H.B Jassin,  A.A Navis dan beberapa pensya­rah/dosen serta profesor dari beberapa Universitas Negeri di Indonesia.

Dalam Ensiklopedia ter­sebut tertulis: Nusantara boleh dimengerti dari sudut geografi, etnik, politik, budaya dan ideologi. Dari sudut geo­grafi, Nusantara terdiri dari­pada rantau yang luas dan memanjang dari Indochina (selatan Vietnam dan Kem­boja), menurun melalui Segen­ting Kra hinggalah selatan Burma dan Semenanjung Tanah  Melayu termasuk Temasik (kini Singapura). Kawasan ini boleh disebut sebagai Nusantara bahagian utara atau Dunia Melayu di utara. Ke arah selatan pula (boleh disebut sebagai Dunia Melayu di selatan), terdiri daripada wilayah kepulauan yang dipisahkan oleh laut dan selat. Ke arah tenggara, kawasan ini terdiri daripada Pulau Kalimantan dan Ke­pulauan Philipina di Laut China Selatan, manakala di barat daya dan selatan meren­tasi Selat Melaka terdapat Kepualuan Indonesia.

Dalam sejarah Indonesia juga disebutkan bahwa Patih Gajah Mada terkenal dengan “Sumpah Palapa” yaitu Sum­pah Patih Gajah Mada yang berkeinginan memersatukan Nusantara. Yang dimaksud Nusantara oleh Patih Gajah Mada pada saat itu tentu saja bukan hanya wilayah dari Sabang sampai Merauke.

Sejak ratusan tahun lalu warga yang bermukim di Nusantara saling berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Diantaranya dari Su­lawesi, Kalimantan, Sumatra dan Jawa, dan lain-lain (se­karang wilayah itu disebut Indonesia) banyak yang me­ran­tau/berpindah ke tanah semenanjung yang sekarang dikenal Malaysia dan kini keturunannya, yang tetap mengamalkan budaya turun temurun dan tetap merasa menjadi orang Melayu Banjar, Melayu Minang dan Melayu Jawa dan tentu saja ber­kewarganegaraan Malaysia.

Di Negeri Sembilan (salah satu negeri/provinsi di Malay­sia) penduduknya berasal dari Minangkabau Sumatra Barat yang berpindah sudah sejak permulaan abad ke-14. Ke­mudian berlakulah pernikahan antara perantau dari Minang dengan penduduk setempat dan keturunannya disebut suku Biduanda. Dan pada abad ke-17 anak raja Minang­kabau dari Pagarruyung, Raja Melewar datang ke Negeri Sembilan untuk memerintah di Negeri yang hingga kini penduduknya masih menga­malkan budaya Minangkabau dan Raja di Negeri Sembilan sekarang adalah keturunan dari Raja Melewar.

Di Melaka ada sebuah kampung, namanya Kampung Bukit Nibong yang pen­duduk­nya keturunan perantau dari Jawa yang datang ke Melaka sekitar tahun 1900-an dari Pacitan. Kabupaten Pacitan terletak di ujung barat daya Provinsi Jawa Timur. Wilayah­nya berbatasan dengan Kabu­paten Ponorogo di sebelah Utara.  Menurut warga di Kampung Bukit Nibong ba­nyak juga warga keturunan dari kabupaten Ponorogo di Johor yang sudah menetap di sana ratusan tahun.

Saya pernah diundang untuk menghadiri perayaan Israq Mikraj di Masjid Kam­pung Bukit Nibong, dan saya diundang pula saat diadakan Kenduri Nasi Ambeng yang cukup meriah karena mengun­dang masyarakat dari kam­pung sekitarnya dan dihadiri oleh Raja Melaka (TYT) dan Gubernur Melaka (Ketua Menteri).
Ketika pertama kali tiba di Kampung Bukit Nibong untuk menghadiri   perayaan Israq Mikraj saya sangat terkejut karena di pintu gerbang perkampungan, yang penduduknya 95 persen adalah masyarakat Jawa keturunan Pacitan ini, disambut dengan gapura yang bertuliskan ba­hasa Jawa,  “Sugeng Rawoh” yang artinya selamat datang. Warga di sini masih menga­malkan budaya Jawa, masih menggunakan bahasa Jawa ketika bercakap-cakap dalam kesehariannya antara anak dan orang tua mereka yang sudah sepuh, yang lahir di Pacitan. Dan makanan yang mereka masak adalah ma­sakan Jawa.

Setelah salat Magrib di masjid yang berukuran sedang dan dilengkapi AC ini, be­berapa warga kampung sibuk menyiapkan masakan Sego Udok yang dilengkapi dengan “Jangan Lombok” dan “Ayam Inkung” yang diletakkan de­ngan nampan yang beralaskan dan ditutup daun pisang.

“Sego Udok” dalam bahasa Indonesia disebut “Nasi Udok” yang rasa dan bentuknya mirip dengan nasi uduk di Jakarta atau nasi lemak di Malaysia. “Jangan Lombok” secarah harfiah berarti Sayur Lombok tetapi tentu saja bukan sayur yang isinya hanya cabai atau lombok saja. Tetapi campuran antara tahu, tempe, kacang panjang dan  irisan cabai hijau dan cabai merah yang sangat banyak sehingga terasa pedas dan dimasak dengan santan dan berbagai bumbu seperti bawang merah, bawang putih, kemiri, lengkuas, daun salam dan lainnya sehingga terasa gurih. Ada yang menambahkan udang ada pula yang menambahkan jeroan seperti hati, babat atau paru pada masakan “Jangan Lombok” ini. Dan Ayam ling­kung adalah ayam yang di­masak dan disajikan utuh yang dipadu dengan bumbu-bumbu yang mempunyai ke­nikmatan tersendiri.
Masakan yang pedas, gu­rih dan mengundang selera ini dibuat secara berkelompok. Beberapa kelompok keluarga membuat masakan tra­disio­nal ini dan setiap kelompok membuat satu nampan dan dibawa ke masjid dan di­kumpulkan. Yang datang ke masjid pada waktu itu hampir semua bapak-bapak dan anak laki-laki, hanya beberapa ibu-ibu yang hadir pada saat itu.

Selepas Isya masih ada bacaan doa dan ceramah agama yang disampaikan ketua kampung. Setelah itu barulah Sego Udok dengan Jangan Lombok dan ayam Ingkung dibagi-bagi lagi untuk dibawa pulang ke rumah, jadi tidak dimakan disana. Satu kelompok keluarga memasak nasi Udok lengkap dengan Jangan Lombok dan Ayam Ingkung. Kelompook lain juga memasak menu yang sama tetapi tentu rasa setiap dari air tangan akan berbeda. Kemudian mereka saling membawa pulang masakan dari kelompok lainnya. Ber­tukar masakan yang sama.

Beberapa hari kemudian pada saat ada perayaan Kenduri Nasi Ambeng saya juga diundang dan datang. Program yang bertema Merak­yatkan Seni Budaya yang diadakan pada tanggal 1 July 2011 mengundang warga kam­pung sekitarnya dan dihadiri sekitar 2000 orang. Pada acara ini warga tidak meng­gunakan jasa katering tetapi mereka bekerja secara gotong royong memasak dalam me­nyiap­kan segalanya bersama.
Acara yang cukup meriah yang diselenggarakan oleh warga setempat dan bekerja sama dengan Jabatan Kebu­dayaan dan Kesenian Melaka ini dihadiri oleh TYT Tun Datuk Seri Utama Mohd Khalil Bin Yaakob, Yang Di-Pertua Negeri Melaka beserta istri, YABhg Toh Puan Datuk Seri Utama Dato’ Zurina binti Kassim.  Hadir pula YAB Datuk Seri Hj Mohd Ali Bin Mohd Rustam, Ketua Menteri Melaka.
Melaka setingkat dengan provinsi dalam bahasa Ma­laysia disebut Negeri Melaka dan ketua pemerintahannya disebut Ketua Menteri. Se­dangkan Raja Melaka disebut TYT, dan TYT bukanlah ketu­runan dari Sultan sebelumnya seperti negeri-negeri lainnya tetapi dipilih/ditugaskan dan anaknya belum tentu menjadi Raja Melaka/TYT. TYT kepen­dekan Tuan Yang Terutama dan singkatannya dibaca sesuai dengan ejaan bahasa Inggris [ti-why-ti], tidak seperti raja-raja di Negeri lain dise­but Sultan Selangor, Sultan Kedah, Sultan Perak dan Sultan ini adalah keturunan dari Sultan sebelumnya.

Hal ini karena Sultan terakhir di Melaka, Sultan Mahmud Shah (1428-1528) yang kekuasaannya direbut oleh Portugis pada tahun 1511, melarikan diri ke Muar di Johor dan salah satu anaknya, Raja Kassim dino­batkan menjadi Raja Perak pertama (salah satu negeri di Malaysia). Ironis memang tanah dan tempat di mana Kesultanan Melayu bermula, kini tidak memiliki Sultan.
Pada saat Kenduri nasi Ambeng ini TYT dan Ketua Mentri menggunakan blankon yang diserahkan oleh seorang warga yang berperan sebagai Ki Lengger. Lengger-Calung sebenarnya adalah nama ta­rian yang berkembang di wi­layah banyumas dan pe­na­rinya disebut Lengger. Karena pada saat sebelum menyam­paikan blankon ini diper­tunjukkan gerakan-gerakan seperti tengah menari se­hingga pria ini sering disebut Ki Lengger.

Selain itu acara dimeriah­kan dengan pameran masakan Jawa yang mereka masak diantaranya adalah: rujak bebek (bukan rujak itik) yaitu campuran buah-buahan di antaranya jambu biji/jambu klutuk, bangkuang, kendon­dong dan lain-lain diberi gula merah dan cabai rawit dan ditumbuk/dibebek dan terasa pedas; getuk gula abang, (penganan dari singkong) tiwul (bahan dasar dari sing­kong) sego uduk, (nasi uduk) pecel, (sayur-sayuran yang direbus yang disiram kacang tanah yang digoreng dan dihaluskan) rondo royal, (tapai goreng) bubur abang (bubur merah). Gemunak (penganan dari singkong dan ketan) krawon, di minangkabau biasa disebut anyang, rebusan sayur yang diberi parutan kelapa. Selain itu dipamerkan juga peralatan yang dipakai ketika mereka datang pertama kali ke Melaka yang kala itu masih dalam keadaan hutan yaitu gergaji panjang, alu serta lumpang, keris dll yang seka­rang nampaknya jarang dipa­kai karena kebanyakan pen­duduk kampung ini (anak-anak dari perantau) telah berpendidikan dan bekerja di sektor pemerintahan atau sektor industri.

Sambil menikmati hiburan di panggung para hadirin menikmati Nasi Ambeng yang disediakan dengan nampan dialasi daun pisang. Dalam nampan berisi nasi putih,  jangan lombok, serundeng, terung dan ayam goreng. Satu nampan dimakan bersama sama sekitar 4 atau 5 orang dengan menggunakan tangan, tidak menggunakan sendok.

Begitulah kebudayaan Indonesia hidup dan dihargai di Malaysia, dan itu saya lihat langsung dengan mata kepala saya sendiri. Yang meng­hidupkan budaya Indonesia itu bukan orang Malaysia, melain­kan orang Indonesia (Jawa, Minang, Bugis, Batak, dll) yang merantau di negeri jiran itu. Jadi sangat keliru saya kira bila ada produk-produk budaya Indonesia dikatakan  “diram­pas” oleh  Malaysia seperti pem­beritaan sejumlah media yang cenderung sepihak dan tentu saja itu memecahbelah hu­bungan baik Indonesia-Ma­laysia sebagai negeri serum­pun yang penduduknya ma­yoritas muslim.

Perekat Budaya
Temu Sastrawan Nusan­tara Melayu Raya (TSN) di Padang pada 16-18 Maret 2012 mendatang, hendaknya di­harapkan dapat merekatkan hubungan baik ini kembali dengan mengedepankan kon­sep silaturahim yang tentu saja akan menguntungkan kedua belah pihak, Indonesia-Malay­sia. Konon lagi, peserta TSN sepengetahuan saya di­do­minasi oleh sastrawan-sas­trawan dan penulis muda Indonesia yang tentu lebih arif dan bijaksana dalam menyi­ka­pi berbagai persoalan khu­sus­nya terkait kebudayaan.

LILY SITI MULTATULIANA




                                     di harian "Melaka Hari Ini" yang terbit di Melaka Malaysia



foto foto lenkap disini