Minangkabau di Negeri
Sembilan Malaysia
Oleh:*Dra. Lily Siti
Multatuliana, M.A.
Wilayah Minangkabau, awalnya secara geografis
meliputi: provinsi Sumatra Barat sekarang, separuh daratan Riau, bagian utara
Bengkulu, bagian barat Jambi, bagian selatan Sumatera Utara, barat daya Aceh,
dan Negeri Sembilan, Malaysia. Minangkabau bukan merupakan suatu kerajaan.
Tetapi, lebih mengandung pengertian kebudayaan, di samping makna geografis dan
etnis. Ia merupakan suku bangsa yang unik di Indonesia, di mana masyarakatnya
menganut system kekerabatan matrilineal. (dipetik dari buku: MINANGKABAU karya
Amir Sjarifoedin Tj.A, penerbit PT Gria Media Prima Jakarta 2011)
Jadi Minangkabau adalah etnis di Nusantara (yang disebut Nusantara adalah Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand Selatan, Brunei Darussalam dan Pilipina Selatan) yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah yang mengamalkan budaya Minangkabau meliputi Sumatra Barat, sebagian Riau, utara Bengkulu, bagian barat Jambi dan pantai barat Aceh dan Negeri Sembilan Malaysia.
Jadi Minangkabau adalah etnis di Nusantara (yang disebut Nusantara adalah Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand Selatan, Brunei Darussalam dan Pilipina Selatan) yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah yang mengamalkan budaya Minangkabau meliputi Sumatra Barat, sebagian Riau, utara Bengkulu, bagian barat Jambi dan pantai barat Aceh dan Negeri Sembilan Malaysia.
Beberapa waktu lalu saya mengadakan perjalanan
ke Kuala Kelawang yang berlokasi di daerah Jelebu, salah satu daerah di Negeri
Sembilan. Lokasinya sekitar 100km dari Melaka, dimana saya menetap. Perjalanan
lewat tol selama satu jam hanya sampai Seremban, ibu kota Negeri Sembilan. Kota
yang beberapa bangunan kantor
pemerintahannya berbentuk bagonjong (bangunan khas Minangkabau yang berbentuk
tanduk kerbau) ini memiliki museum
yang bangunan dengan atap bagonjong pula.
Selanjutnya dari Seremban menuju Jelebu
melewati jalan biasa. Pada mulanya jalan yang dilalui agak
lebar (4jalur), belakangan hanya dua jalur dan berkelok-kelok, mendaki dan
menurun tetapi tetap nyaman dan tak melelahkan karena infrastruktur jalan
menuju Kuala Klawang, lokasi Musium Adat berada sangat memadai dan
sempurna. Sebelah kiri dan kanan jalan nampak perbukitan yang ditumbuhi
ponon2 besar yang menghijau yang nampak seperti hutan. Dengan jalan yang
berkelok2 ini mengingatkan saya jalan di Puncak Jawa Barat Indonesia
yaitu daerah pegunungan yang jalan nya berkelok-kelok serta di kiri kanan jalan
pohon teh yang menghijau, walau infrastrukturnya berbeda.
Sampai di Kuala Klawang salah satu bandar/kota besar di Jelebu
kita makan siang di restoran yang sederhana dan menyediakan masakan padang
secara buffee n self service. Masakan
yang tersaji nampak masakan yang kental dengan santan seperti “Rendang” ,
“Gulei Ayam”, “Gulei Kambing”, “Gulei Ikan ” serta ”Gulei Pucuk
Paranciah” (daun singkong) dll. Dengan perasaan was was takut cholesterol naik
lagi terpaksa makan juga disini karena tak terlihat restauran lain disekitarnya. Hampir semua
makanan saya cicipi dengan porsi yang sedikit. Yang sangat berkesan
adalah ”Gulei Masin Ikan Tenggiri” yang berwarna kuning
merona. Padahal gulei ikan yang rasanya mirip sekali dengan yang sering
dibuat oleh almarhum mertua saya ini sudah hampir habis hanya tinggal
sisa2 potongan ikan kecil saja, tidak utuh lagi. Tetapi saya keukeuh mengambilnya
dan Alhamdulillah ada seporsi piring kecil. Rasanya amboi…terasa masakan dari
air tangan orang minang yang tak terpengaruh selera melayu.lapeh salero
rasanya
.
Selesai makan terdengar bunyi azan memanggil. Kita sholat Zuhur di
masjid yang lokasinya diatas bukit yang bisa dilalui mobil. Setelah sholat
melihat pemandangan ke bawah amboi… indahnya, dan nampak menyembul bangunan
Rumah Bagonjong diantara kehijauan alam, wow serasa sudah berada di kampuang
den nan jauh dimato deh…
Selanjutnya kita ke Musium Adat yang bangunan
nya merupakan gedung tiga lantai dan dilengkapi dengan peralatan audio visual
yang canggih. Di halaman gedung ada
panggung yang beratapkan khas minangkabau, atap Bagonjong.
Di lantai dasar, dipamerkan benda-benda yang
menarik yang menampilkan pengenalan dan kosep adat di Malaysia. Meliputi
sejarah awal tercetusnya adat terbesar di Alam Melayu iaitu Adat Perpatih dan
Adat Temenggung. Dipamerkan juga replica Batu Batikam dan Batu Baling yang
menurut kisahnya Batu Batikam berada di Dusun Tua Luak Nagari Lima Kaum dan
Batu Baling kewujudan nya berada di Sungai Tarap Tanah Minangkabau, Sumatra
Barat. Menurut kisah yang diceritakan secara turun temurun. Datuk
Ketemanggungan telah menyentakkan kerisnya ke sebuah batu dan Datuk Perpatih
nan Sabatang menikamkan kerisnya kepada sebuah batu sehingga tembus. Hal ini
menandakan perdamaian dan pemufakatan muktamad antara kedua dua pihak bagi
menghormati prinsip-prinsip kemasyarakatan.
Di lantai satu dan dua dipamerkan adat-adat yang berkaitan dengan
kitaran hidup manusia dari mulai saat kelahiran, perkawinan, kematian dan
kegiatan ekonomi serta amalan ritual yang ada di Malaysia serta memaparkan
tentang kegiatan intelektual dari perspektif istana dan rakyat biasa di
Malaysia.
Di lantai tiga
dipamerkan segmen khusus tentang adat perpatih secara historikal yang
bermula dari Sumatara (alam Minangkabau) sehingga bertapak di Negeri Sembilan.
Kedatangan para perantau minang dari Sumatra Barat, sudah sejak abad dua belas
kemudian berlakulah pernikahan antara perantau dari minang dengan penduduk
setempat dan keturunannya disebut suku Biduanda.
Yang kemudian pada
tahun 1773 anak raja Minangkabau dari Pagaruyung, Raja Melawar datang dan
dinobatkan sebagai raja Negeri Sembilan yang disebut Yamtuan Besar dan
ibukota diraja di Seri Menanti yang lokasinya di Kuala Pilah.
Tahun lalu saya pernah pula mengunjungi Bandar Seri Menanti
yang gerbang memasuki kota berbentuk Bagonjong. Di Bandar yang disini
disebut Bandar Diraja berdiri Istana Raja yang disebut Istana Seri Menanti.
Istana yang bangunan nya pernah dirusak
oleh Inggris dan dibangun kembali pada awal tahun 1900an yang menjadi kediaman resmi
Yang di-Pertuan Besar Negeri Sembilan. Kini bangunan yang terbuat dari kayu dan
tidak menggunakan paku itu di jadikan museum yang memaparkan keberadaan Raja
Melawar dan koleksi-koleksi keluarga Diraja tampa mengubah bentuk asal istana
dan diterangkan fungsi ruang-ruang tersebut.
Raja Negeri Sembilan hingga kini masih bertahta adalah keturunan
Raja Melawar. Di Malaysia disebut : Yang di-Pertuan Besar Negeri Sembilan yang
ke-11 beliau adalah Tuanku Muhriz ibni Almarhum Tuanku Munawir.
*) Lily Siti Multatuliana, berasal dari
kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Mengajar di sejumlah perguruan tinggi swasta di Jakarta dan di Melaka sedang mengadakan kajian Budaya
Nusantara. Menetap di Jakarta dan Melaka
wow keren
ReplyDelete